Ada semacam romantisme kenakalan remaja pada budaya hacker. Napas-napas pemberontakan yang memikat. Romantisme tersebut berasal dari idealisme kebebasan dan rasa ingin tahu. Seperti tercermin dalam dokumen 'The Conscience of a Hacker' (Hati Nurani Seorang Hacker) yang dituliskan seorang bernama Lyod Blankenship yang di kalangan undergroun lebih dikenal dengan sebutan The Mentor.
Berikut cuplikan dokumen yang kerap disebut 'Manifesto Hacker' itu :
Inilah dunia kami... dunia elektron dan switch, beauty of the baud. Kalian menyebut kami penjahat... karena kami menggunakan layanan yang sudah ada tanpa membayar, padahal layanan itu seharusnya sangat murah jika tidak dikuasai oleh orang-orang rakus. Kami kalian sebut penjahat... karena kami gemar menjelajah. Kami kalian sebut penjahat... karena kami mengejar ilmu pengetahuan. Kami ada tanpa warna kulit, tanpa kebangsaan, tanpa bias agama... tapi bagi kalian kami penjahat. Kami adalah penjahat... sedangkan kalianlah yang membuat bom nuklir, mengobarkan peperangan, membunuh, berbuat curang, berbohong, dan berusaha membuat kami percaya bahwa itu semua demi kebaikan kami.
Ya, aku adalah penjahat. Kejahatanku adalah keingintahuanku. Kejahatanku adalah menilai orang berdasarkan perkataan dan pikiran mereka, dan bukan berdasarkan penampilan mereka. Kejahatanku adalah menjadi lebih pintar dari kalian, sebuah dosa yang tak akan bisa kalian ampuni.
Aku adalah hacker, dan inilah manifestoku. Kau bisa menghentikan satu, tapi kau tak bisa menghentikan kami semuanya... Bagaimanapun juga, kami semua sama. (The Mentor, 1986)
Read More..
Banggood
7 tahun yang lalu